17 Februari 2010

Training of Trainer Fasilitator untuk Kelompok Kader Mandiri

Pada tanggal 24 -26 Januari 2010, Pelkesi telah menyelenggarakan kegiatan berjudul Training of Trainer Bagi Fasilitator Wilayah Pelkesi "Dalam Pemberdayaan Kelompok Kader Mandiri". Acara yang diikuti oleh 9 peserta ini (masing-masing wilayah mengirimkan 2 delegasi kecuali wilayah V 1 delegasi) diselenggarakan di Pusdiklat SDM Depkes yang beralamat di Jalan Hang Jebat Raya, Kebayoran Baru, dengan Sri Bayu Selaadji, S.Psi.,MPD sebagai pimpinan pelatihan.

Acara yang dibuka oleh Ir. F. Nefos Daeli selaku Direktur Eksekutif Pelkesi ini bertujuan untuk :

* Tercapainya kesinergisan program di masing-masing wilayah kerja Pelkesi
* Adanya kesepahaman dalam memberikan materi-materi untuk pelatihan kelompok kader mandiri

Adapun output yang ingin dicapai adalah :

* Peserta sebagai calon fasilitator wilayah mengetahui dan memahami tentang latar belakang, tujuan dan kemandirian kelompok kader
* Peserta siap jadi fasilitator wilayah
* Peserta mengetahui dan memahami tugas dan tanggung jawabnya
* Peserta sebagai fasilitator mempunyai ketrampilan dan menguasai teknik fasilitasi

Di akhir acara, para peserta berkomitmen untuk menjadi fasilitator untuk para kelompok kader mandiri di wilayahnya masing-masing.

Focus Group Discussion Undang-Undang Kesehatan No36/2009

FGD UU kesehatan kerjasama Pelkesi dan Komnas Ham, sudah berlangsung pada tanggal 1 Desember 2009 di Hotel Garden Permata.
Pelaksanaan FGD berjalan sesuai rencana walaupun ada kemunduran waktu 30 menit dikarenakan keterlambatan fasilitator.
Peserta yang hadir berjumlah 31 orang mewakili dari 11 RS, 5 Insitusi pendidikan, Yayasan, Organisasi Profesi kesehatan dan Asosiasi Kesehatan.


Tujuan
1. Mengidentifikasi permasalahan dan tantangan yang muncul dari UU Kesehatan dalam mewujudkan HAM, khususnya dalam bidang kesehatan.
2. Menyusun rekomendasi untuk implementasi UU ke depan untuk mengoptimalkan perwujudan HAM.

Hasil yang diharapkan
1. Teridentifikasinya pasal – pasal yang belum jelas dari UU kesehatan
2. Tergalinya permasalahan atau tantangan yang mungkin muncul dari implementasi UU kesehatan ke depan
3. Adanya rekomendasi kepada stakeholder untuk implementasi UU ke depan

Sambutan Pembukaan dibawakan oleh dr. Daniel Budi Wibowo, Ketua Umum Pelkesi.
Dalam sambutannya ketua umum menyampaikan bahwa FGD ini merupakan kerjasama Pelkesi dengan Komnas HAM dan tujuan khusus dari FGD: mengkritisi UU Kesehatan, khususnya berkaitan dengan implementasinya nanti di lapangan.

Fasilitator: UUd Cahyono, SH (Bagian Hukum Organisasi dan Humas Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik Depkes RI)
Memaparkan “Perkembangan mutakhir UU Kesehatan”

Menjelaskan Pasal – pasal krusial dalam UU Kesehatan, antara lain:
- pasal 58 ? hak ganti rugi
- Pasal 72 ? Kesehatan reproduksi
- Pasal 75 ? Larangan aborsi
Pasal tentang kesehatan reproduksi dan aborsi deadlock tiga kali. Pasal ini merupakan hasil kompromi politik.
- Pasal 82 , 83? Pelayanan kesehatan pada bencana
- Pasal 90 ? Penyediaan darah
Penyediaan darah masih sangat kurang, termasuk di kota besar (DKI,dll)
- Pasal 108 ? tenaga kesehatan
- Pasal 111 ? Makanan dan minuman
- Pasal 113 ? zat adiktif
Ayat tembakau, kesalahan tehnis notulis.
- Pasal 115 ? kawasan tanpa rokok. Kewajiban pemda membuat aturan
- Pasal 117 ? perbaikan definisi mati
- Pasal 128 ? hak bayi akan ASI eksklusif. Fasilitas menyusui harus disediakan bagi ibu menyusui
- Pasal 148 ? penderita gangguan jiwa.Point ini diangkat lagi, setelah di UU sebelumnya tidak ada
- Pasal 177 ? Badang pertimbangan kesehatan.
Akan dilihat bentuknya seperti apa

Selain pasal – pasal krusial, beberapa isu penting dalam UU ini antara lain:
- UU ini memberi hak kepada warga negara di bidang kesehatan
- Pembiayaan kesehatan dalam bentuk jaminan sosial
- Tanggung jawab pemerintah, swasta dan masyarakat
- Pelayanan: hak ganti rugi
- Larangan jual beli organ
- Layanan darah : gratis
- Penjagaan layanan
- Tembakau masuk sebagai adiktif dan KTR
- Definisi mati yang diperbaharui dari UU sebelumnya
- ASI eksklusif
- APBN dan APBD ditingkatkan, diluar gaji pegawai. Fokus
- Badan Pertimbangan Kesehatan
- Dll

Tindak lanjut dari UU Kesehatan :
akan ada 43 peraturan yang dibuat, yaitu 2 UU (UU tentang tenaga kesehatan dan UU tentang narkotika dan psikotropika), Peraturan Pemerintah (20), Perpres (2) dan Peraturan Menteri (19)


Hasil Diskusi

Seluruh proses diskusi FGD ini menghasilkan rekomendasi ke Pemerintah diantaranya:

1. Pemerintah melakukan pengkajian ulang mengenai UU kesehatan No.36 yang sudah disahkan DPR agar meninjau ulang sejauh mana implikasinya. Mengkaji kembali mengenai Hak dan kewajiban karena dalam UU ini, tidak ada kewajiban pemerintah. Yang ada hanya tanggung jawab (salah satu pada Bab III pasal 4-8, 9-13.
2. Sesegera mungkin membuat Peraturan Pemerintah terhadap pasal-pasal yang perlu diperjelas seperti Sumber Daya Bidang Kesehatan pada pasal (21-29), Aborsi (75-76), penyediaan Darah (86-90), Badan Pertimbangan Kesehatan, perlindungan hukum tenaga kesehatan, dll. Sehingga tidak menimbulkan kontra indikasi dan penyalahgunaan pasal karena sangat kabur pengertiannya.
3. Pemerintah membentuk Tim pemantau terhadap implementasi UU bersama Departemen terkait dan lembaga-lembaga masyarakat.

01 Juli 2009

Pemberdayaan Kader Kesehatan Jemaat Berbasis Masyarakat.

Dalam meningkatkan derajat kesehatan bagi masyarakat, peranan yang terpenting justru datangnya dari masyarakat itu sendiri. Masyarakat mengetahui masalah kesehatan yang terjadi di lingkungannya dan tahu bagaimana harus menyelesaikannya. Itulah yang disebut dengan “Community Managed”. Pada tingkat ini masyarakat sudah memiliki pengetahuan yang cukup, ditambah dengan sikap dan perilaku mereka yang responsif. Sehingga sangat dimungkinkan kalau angka kesakitan dan kematian akan turun dan angka harapan hidup semakin meningkat. Namun pada kenyataannya, masih banyak ditemukan masalah-masalah kesehatan yang belum dapat diselesaikan oleh masyarakat sendiri, dikarenakan akses informasi kesehatan yang terbatas dan akses biaya kesehatan yang tidak terjangkau.

Sekarang ini perubahan demografi mulai terlihat, dimana angka kelahiran relative tetap meningkat dan angka harapan hidup semakin tinggi. Dengan perubahan demografi ini, upaya-upaya kesehatan antara kelompok muda dan kelompok tua belum berimbang. Sebagai contoh pelayanan kesehatan berbasis masyarakat masih menitikberatkan pada kelompok Balita dan Bumil, daripada kelompok lansia. Padahal masalah-masalah kesehatan yang terjadi di kelompok balita, bumil dan lansia hampir sama. Perbedaan ini dapat dilihat pada tingkat “grassroot” dimana posyandu balita hampir disemua level ada, sedangkan posyandu lansia bisa dihitung dengan jari. Oleh karena itu peran masyarakat perlu ditingkatkan agar tidak terjadi kesenjangan pada kelompok-kelompok berisiko tersebut.

Sejalan dengan kondisi masyarakat seperti dikatakan diatas, Pelkesi mencoba melakukan beberapa pendekatan terhadap jemaat melalui orang-orang kunci “Key person” yang bisa meneruskannya ke tingkat masyarakat terutama di tingkat jemaat. Karena jemaat adalah bagian dari masyarakat itu sendiri.
Pendekatan pertama adalah Sinode/Gereja sebagai pengambil kebijakan. Pelkesi mengundang seluruh pengambil keputusan di tingkat Sinode/Gereja dalam membahas pemahaman dan peran Diakonia Kesehatan bagi jemaat. Pembahasan ini dilakukan dalam bentuk Konferensi Nasional (Konas) yang dihadiri aras nasional gereja dan dari persekutuan pelayanan Kristen.
Hasil Konas diperdalam lagi untuk mendapatkan hasil yang lebih konkrit dengan mengundang seluruh pengambil keputusan di tingkat wilayah/distrik/klasis dalam pembahasan strategi bersama bagaimana mengaplikasikan diakonia kesehatan dalam bentuk konkrit dan memberi manfaat langsung bagi jemaat/masyarakat (Konferensi tingkat regional).
Pendekatan kedua Dari hasil pertemuan ditingkat wilayah/distrik/klasis/resort diharapkan akan menghasilkan perwakilan-perwakilan dari jemaat untuk di didik, dilatih serta diberikan wawasan dan pengetahuan dalam hal bidang kesehatan yang nantinya akan menjadi kader kesehatan jemaat bagi lingkungan gerejanya. Dengan tujuan 1) Menjadi penggerak terdepan/ mewakili jemaat dalam membantu mengidentifikasi masalah/ isu kesehatan di lingkungan gerejanya dan mensosialisasikan kepada pemangku kepentingan. 2) Menjadi kader kesehatan jemaat yang terlatih, serta menjadi fasilitator bagi jemaat. 3) Perpanjangan tangan program lembaga pemerintah dan swasta bagi masyarakat. 4) Menjadi motivator bagi anggota jemaat yang lain dalam melaksanakan setiap kegiatan jemaat.

Menyelaraskan dari proposal kerja sama Pelkesi dan EED, mengenai program Konsultasi Diakonia Kesehatan, dimana program ini sebagai salah satu Pilot Project, yang bertujuan untuk; 1). Membangun kesadaran pimpinan-pimpinan gereja mengenai diakonia kesehatan sebagai salah satu mandat gereja. 2). Memfasilitasi pengembangan jaringan dan kemitraan dalam penanganan isu-isu kesehatan ke semua pimpinan gereja. 3). Menyusun rencana kegiatan diakonia kesehatan gereja.Adapun tema utama yang diusung dalam program ini yaitu Pemberdayaan Kader kesehatan jemaat berbasis Masyarakat. Dimana sasaran utama Pelkesi dalam program kerjasama ini adalah mengenai pemberdayaan Posyandu Lansia di masyarakat khususnya di lingkungan jemaat. Seperti yang telah di jelaskan di atas bahwa pelayanan kesehatan pada Posyandu Lansia dapat di kategorikan masih sedikit tersebar di masyarakat, dibandingkan pelayanan posyandu Balita. Diharapkan kedepannya masyarakat/jemaat mampu membantu/menolong dirinya sendiri dan orang disekitarnya untuk memperoleh kesehatan yang optimal, serta masyarakat/jemaat memiliki organisasi/perkumpulan yang dapat menjadi tempat belajar dalam hal berorganisasi dan dapat mandiri dan berhasil guna nantinya. Dari jemaat, oleh jemaat dan untuk jemaat.

06 Maret 2009

“Kepedihan TKI Dalam Menuai Rezeki”

Tak henti – hentinya permasalahan menyangkut Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di luar negeri terus dan terus terjadi. Padahal TKI sering disebut sebagai pahlawan pemberi devisa dengan menyumbang trilyunan rupiah bagi negara. Akan tetapi banyak TKI/ TKW (Tenaga Kerja Wanita) kita mendapat derita dan siksa. Tak bisa di elak lagi caci maki majikan bahkan pukulan, serta pelecehan seksual dan pemerkosaan kerap kali menghinggapi mereka. Ibarat fenomena gunung es, hanya sebagian kecil terlihat di pemukaan masalah - masalah yang muncul, tetapi jauh di kedalaman banyak permasalahan yang tidak nampak (tak ter-ekspose).
Banyak TKI/ TKW kita memiliki permasalahan beragam seperti contoh Yeni Maman (perempuan, 28 tahun) TKI di Syria, yang berasal dari Cianjur, bukannya pulang membawa rezeki akan tetapi pulang dengan kepedihan hati. Bahkan pulang dengan membawa sakit penyakit yang diderita, memaksanya untuk mendapat perawatan yang serius di sebuah Rumah Sakit UKI Jakarta.
Berawal sebuah sponsor yang datang ke kampung-kampung menawarkan/ mencari apakah ada yang berminat menjadi TKI/ TKW baik yang pernah maupun yang belum. 2 tahun yang lalu Yeni Maman memang pernah menjadi TKW di Saudi Arabia (kota Nazran) sebagai pembantu rumah tangga. Terbeban dengan kebutuhan ekonomi keluarga yang kurang, diperparah suami hanya bekerja serabutan (tak menentu) serta telah memiliki 4 orang anak yang masih kecil-kecil, akhirnya pun berkeinginan kembali lagi menjadi TKI/ TKW.
Sesampainya di Jakarta beserta sponsor, dan tinggal dalam sebuah penampungan, hari berikutnya melakukan Medical checkup yang ternyata dari PT. AN (inisial, perusahaan pengerah TKI) yang notebene perusahaan tersebut terkenal dengan buruknya pengelolaan pengerah tenaga kerja di kalangan eks TKI. Ibu dengan 4 orang anak ini sempat menolak untuk menjadi TKI, namun ditahan oleh salah satu penanggung jawab asrama disana.

Empat hari di asrama, tiba-tiba di jemput salah satu anak buahnya dari sebut saja Ibu Jm mitra dari PT. Setia (Inisial) yang beralamat di daerah Condet, Jakarta timur. Dalam bayangan Yeni, ia akan dibawa ke terminal kampung Rambutan untuk di antar pulang, ternyata ia dibawa ke rumah ibu Jm tersebut, berbincang serta mengatakan kepada Yeni untuk tidak usah pulang, dan dijanjikan akan diberangkatkan ke Yordan dengan di iming-imingi gaji sebesar lebih kurang 200 dolar (+ Rp. 2 juta).

Tak beberapa lama, akhirnya Yeni Maman di pasporkan di daerah Tanjung Priuk, dan dalam kepengurusan paspor itu, ibu Jm memberitahukan kepada Yeni Maman agar tujuannya nanti jangan di katakan akan ke Yordan, tapi dengan tujuan ke Malaysia. Ada muncul keraguan dari Yeni Maman dan ia pun bertanya apakah perusahaan ini legal ? “ya legal” (jawab Ibu Jm), dengan memberi semangat bahwa agent ini resmi, jangan takut dan kuatir.

15 hari sudah Yeni Maman tinggal di rumah ibu Jm, tanpa ada tanda kepastian untuk berangkat, akhirnya dia putuskan pulang dulu ke rumah (Cianjur). 17 hari di rumah, ada berita bahwa sponsor menginformasikan (memanggil) untuk segera berangkat menjadi TKI/ TKW. Dan berangkatlah Yeni Maman ke Jakarta dan sementara tinggal di penampungan PT. Akl selama 9 hari. Tak lama setelah itu, berangkatlah ke Yordania sesuai janji sebelumnya.
Sesampainya Yeni Maman di ruang tunggu keberangkatan bandara Soekarno-hatta, barulah tiket dan paspornya diberikan oleh petugas bandara, tak lama setelah itu masuk di dalam pesawat, dicek tiket dan pasportnya ternyata tujuannya ke Damaskus bukan lagi ke Yordania. Ada kekecewaan yang dalam dari ibu yang berusia 28 tahun ini, namun apa daya sudah terlanjur, dari pada tidak sama sekali akhirnya dengan terpaksa terbanglah ke Damaskus.
Sesampainya di Damaskus, ia digiring oleh petugas disana untuk di bawa ke sebuah ruangan/ penampungan (seperti penjara) yang khusus untuk para tenaga kerja yang bukan hanya dari Indonesia saja, tetapi dari negara lain juga seperti Fhilipina dan Eutophia. Beruntung Yeni Maman setelah 8 jam menunggu akhirnya di jemput oleh salah satu staf agent (pengerah tenaga kerja disana) dan dibawa kekantor tersebut. Dari cerita Yeni kepada kami, ada beberapa tenaga kerja disana yang sudah seminggu lebih menunggu dan belum di jemput oleh agentnya masing-masing, diperkirakan ada sekitar lebih 50 orang tenaga kerja bereda di ruangan itu.

4 hari sudah Yeni di penampungan kantor agent di Damaskus, Syria. Pada saat itu cuaca kurang bersahabat (dingin). Tidak lama akhirnya Yeni mendapat majikan, dimana tempat Yeni bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Dan menurut ceritanya, waktu kerja tersebut mulai dari pukul 4 pagi sampai pukul 12 malam (waktu setempat).

Selama 6 hari Yeni bekerja dengan waktu istirahat tidak kurang dari 4 jam. Selama 6 hari itu juga, Yeni terserang sakit batuk. Bahkan batuknya semakin hari semakin parah. Dan akhirnya sang majikan membawa Yeni Maman berobat ke salah satu Rumah Sakit di sana, setelah selesai bukannya kembali ke rumah, tapi dibawa/ dipulangkan kekantor Agentnya, tanpa memberitahukan hasil berobat dan informasi lainnya.
4 hari Yeni berada di kantor agent tersebut, ia dipindahkan ke kantor agent lainnya. lebih dari 1 bulan di agen baru, Yeni tidak mendapatkan perawatan dan perhatian yang layak (jarang dikasih makan, perawatan pengobatanpun seadanya). Karena sakitnya bertambah parah, Yeni dipulangkan dengan dibiayai oleh agent tersebut.
Sesampainya di Jakarta, Yeni langsung disuruh oleh petugas setempat untuk ke ruang pengaduan dan membuat/ mengisi lembaran pengaduan. Setelah cukup lama menunggu di ruangan tersebut dengan kondisi sakit dan lemah. Akhirnya ia mendapatkan tiket/ kupon untuk dapat dipulangkan ke kampung dengan menggunakan angkutan khusus TKI.

Selama lebih dari seminggu dirumah (Cianjur), kondisi Yeni semakin hari semakin parah, dibantu oleh saudara/ rekan sekerjanya dulu, ia di informasikan ke Migran Care (salah satu NGO yang menangani kasus TKI) dan akhirnya Yeni Maman dibawa ke RS UKI, Jakarta. Selama dirumah sakit UKI, Jakarta, Yeni diberi/ mendapat perawatan yang cukup serius. Dari hasil RS diketahui bahwa Yeni mengidap penyakit paru2 (TBC). Se minggu lebih Yeni mendapat perawatan dan pengobatan, setelah cukup sehat akhirnya Yeni di izinkan pulang dan mendapatkan obat untuk diminum selama sebulan (prosedur pengobatan TB). Selama pengobatan dan perawatan di RS, biaya Yeni di bantu oleh beberapa lembaga antara lain Migran Care, JKLPK, Pelkesi dan RS. UKI Jakarta.
Yeni Maman memiliki 1 suami dan 4 orang anak yang masih kecil-kecil. Hidup cukup memprihatinkan di daerah Cianjur, Jawa Barat. Bertempat tinggal hampir seluruh bangunan rumahnya terbuat dari bambu. Dibawah keterpurukan hidup yang semakin terhimpit, memaksa dia untuk mengadu nasib dengan bermodalkan pengalaman/ keahlian seadanya menjadi TKI/ TKW.
Dari pengalaman saudara kita Yeni ini, kita berharap agar jangan ada lagi masyarakat yang terjerumus, terjebak dengan sebuah keadaan yang tak berdaya, memudahkan orang – orang yang tidak bertanggung jawab dengan memanfaatkan kondisi ekonomi rakyat yang miskin. Terjun dalam sebuah penyiksaan, menjadikannya budak, dan rendahnya harga diri, yang pada akhirnya membawa kedukaan bagi keluarga/ saudara bahkan kita sendiri.

dd

12 November 2008

Manfaatkan Posyandu Untuk Cegah Anemia

Manfaatkan Posyandu Untuk Cegah Anemia Sekitar 50% ibu hamil di Indonesia menderita anemia. Ini jelas sungguh menyedihkan sekaligus mengkhawatirkan. Mengingat, selain prosentase ini tertinggi di ASEAN, anemia sangat potensial melahirkan generasi lemah dan bodoh.Seorang ibu hamil menderita anemia akan melahirkan anak anemia, yang kalau dibiarkan akan berdampak menurunkan tingkat keaktifan dan kecerdasan anak dalam masa pertumbuhannya.Hasil penelitian Yayasan Kusuma buana (YKB) terhadap 3.000 anak sekolah memperlihatkan hampir separuhnya menderita anemia. Ditambah, hasil pemeriksaan terhadap 1.014 balita di posyandu di Jakarta dan Jawa Barat ditemukan 57,1% diantaranya menderita anemia.”Mudah-mudahan hasil penelitian ini tidak mewakili masyrakat Indonesia secara keseluruhan”, kata Dr. Adi Sasongko, Ketua YKB. Kekhawatiran yang sangat beralasan, sebab kalau benar seperti itu dan tak ada penangananan yang serius, artinya bangsa Indonesia sedang diancam oleh kebodohanUntunglah, meski bukan dari pemerintah, ada upaya serius dari kelompok masyarakat untuk mencegah anemia.Kali ini inisiatif datang dari IPMG ( International Pharmaceutical Manufacturers Group), sebuah asosiasi farmasi internasional yang beroperasi di Indonesia. Bersama YKB, IPMG menggelar” ipMG Cegah Anemia bersama Posyandu’ sejak november 2006 hingga november 2007. Program ini meliputi pelatihan kader, penyuluhan, pemeriksaan dan pemberian suplemen zat besi bagi anak balita serta ibu hamil dan menyusui.Hasilnya, sebut Adi dalam acara buka bersama media massa di Jakarta Oktober lalu, setelah pemberian suplemen selama 12 minggu, prevalensi anemia untuk keseluruhan turun dari 63, 4% menjadi 21, 4%. Adi berharap, program ini bisa memancing pemerintah untuk melakukan hal yang sama di seluruh Indonesia” Bola sekarang ada ditangan pemerintah. Program ini tidak sulit kok, Cuma mengandalkan kader2 Posyandu yang ada,’ tandasnya sambil mengatakan bahwa indonesia memiliki 300 ribu posyandu yang seharusnya bisa dimanfaatkan.Sementara itu direktur Eksekutif IPMG, parulian Simanjuntak, mengatakan program ini dilakukan sebagai tanggung jawab sosial IPMG untuk membantu pencapaian salah satu target Millenium Development Goals (MDGs) yaitu meningkatkan derajat kesehatan ibu dan anak.

20 Oktober 2008

Program Kesehatan Primer

Salah satu program kesehatan primer adalah advokasi kesehatan, yang bertujuan memperjuangkan penduduk miskin untuk memperoleh hak-hak mereka atas kebijakan pemerintah. Selain itu tujuannya adalah membentuk kelompok jaringan, untuk melakukan lobby dan negosiasi kebijakan kesehatan baik di tingkat pusat maupun wilayah. Sejauh ini di Pelkesi sudah terbentuk jaringan kader di beberapa wilayah. Salah satu aktivitas yang dinilai berhasil adalah pertemuan kader nasional dari seluruh wilayah administratif Pelkesi.
Deklarasi Cipayung tentang Diakonia Gereja di Indonesia


“Mewujudkan Kesejahteraan yang Utuh di Indonesia”


Diterangi Roh Kudus, PGI, PBI, Pelkesi, JK LPK, Bala Keselamatan, Gereja Advent, dan MPK telah menyelenggarakan konsultasi nasional, selama tiga hari tanggal 15-18 Juli 2008, bertema: “Usahakan Kesejahteraan Sesamamu” (bandingkan Yeremia 29: 7-11). Konsultasi ini diikuti 94 peserta dari beberapa organisasi kegerejaan dari berbagai wilayah di Indonesia.

Konsultasi nasional ini membicarakan tiga aspek penting: kesehatan, pendidikan, dan pelayanan sosial. Secara historis melalui tiga bidang itulah gereja telah melakukan gerakan diakonianya sebagai wujud penyataan kasih dan rahmat Tuhan kepada dunia. Namun, sekarang ini ketidaksejahteraan masyarakat muncul kembali dan menjadi salah satu tantangan terberat di dalam pelayanan diakonia di Indonesia. Berdasarkan latar belakang tersebut konsultasi ini bertujuan untuk merefleksikan kembali pola dan model (pelayanan) diakonia yang selama ini diterapkan. Melalui refleksi dan pemetaan sosial-politik-kesehatan-pendidikan masa kini, dirasa perlu adanya rumusan baru pola dan model diakonia yang lebih relevan dan kontekstual untuk menjawab persoalan ketidaksejahteraan masyarakat.

Diakonia dalam konteks Indonesia diupayakan untuk menyejahterakan masyarakat tidak hanya melalui adalah upaya santunan, namun lebih jauh dari itu harus mencari akar terdalam masalah ketidaksejahteraan. Sebagai penatalayanan rahmat Tuhan ke dalam kehidupan nyata yang didorong oleh kasih Kristus kepada manusia, diakonia dimampukan menembus dasar permasalahan ketidaksejahteraan. Diakonia merupakan perwujudan Injil ke dalam tindakan nyata dan bukan sekadar dalam bahasa verbal. Pelayanan diakonia adalah pelayanan menyatakan berkat Allah bagi semua orang di mana Gereja berada.
Diakonia gereja bukanlah kegiatan atau gerakan yang berdimensi santuanan sosial berdasarkan agama; melainkan sebagai tugas agama atau gereja dalam memberi tanggapan atas persoalan masyarakat sebagai bukti dari iman dan ibadahnya kepada Tuhan. Melalui dan di dalam diakonia karya dan kasih Tuhan dinyatakan (marturia). Tujuan diakonia adalah meningkatkan kualitas hidup manusia (dan lingkungan) sebagai tempat pemeliharaan Tuhan berlangsung. Diakonia bertujuan membangun kehidupan rohani sebagai dasar untuk kehidupan sekarang yang mendesak.
Praktik diakonia dialaskan pada kerangka kerja kelembagaan gereja untuk menjawab persoalan kehidupan yang dialami bersama secara mendasar. Diakonia ini juga bisa melibatkan semua pihak yang berkepentingan (koinonia) untuk mencapai kesejahteraan (keselamatan) yang utuh. Diakonia menjadi salah satu praktik pembebasan yang nyata dari ketidaksejahteraan masyarakat melalui kebersamaan semua pihak dari berbagai denominasi. Diakonia di Indonesia sudah selayaknya dikerjakan dalam semangat ekumenisme.


Cipayung, Bogor, 18 Juli 2008
Atas nama Peserta dan Penyelenggara:

dr. Daniel Budi Wibowo, M.Kes --- Pelkesi

Pdt. Gomar Gultom --- PGI
Pdt. Guntur Subagyo --- PBI
Suwarto Adi --- JK LPK

Pdt. Jerry D. Sirait --- MPK
Mayor Basuki Asnawi --- Bala Keselamatan